Categories
AKPOL

TINDAKAN SEORANG ANGGOTA POLISI DALAM MENANGANI LAPORAN DUGAAN KASUS PENGGELAPAN MOTOR KEPADA IBU KALSUM OLEH ANAK KANDUNGNYA. TEGAKAN HUKUM ATAU DISKRESI?

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

AKADEMI KEPOLISAN

TINDAKAN SEORANG ANGGOTA POLISI DALAM MENANGANI LAPORAN DUGAAN KASUS PENGGELAPAN MOTOR KEPADA IBU KALSUM OLEH ANAK KANDUNGNYA. TEGAKAN HUKUM ATAU DISKRESI?

DISUSUN OLEH

DENNY HERMAWAN SAPUTRA

BRIGADIR SATU TARUNA

NO AK. 18.083

SEMARANG, 10 AGUSTUS 2020

BAB I

PENDAHULUAN

Belum lama ini sedang viral tentang penolakan penerimaan laporan oleh seorang Kasat Reskrim Polres Lombok Tengah AKP. Priyo Suhartono, SIK kepada seorang laki-laki berinisial M (40 tahun) karena melaporkan seorang wanita berusia 60 tahun bernama Kalsum. M melaporkan Kalsum ke pihak kepolisian karena M menilai kalsum telah menggelapkan sepeda motor hasil warisan penjualan tanah milik suami Kalsum dengan cara menitipkan sepeda motor tersebut kepada saudaranya Kalsum. Kalsum ini sendiri adalah ibu dari M.

Perselisihan itu berawal saat sang anak yakni M menjual tanah warisan milik ayahnya senilai Rp 200 juta. Dari hasil penjualan itu, sang ibu lantas diberi bagian sebanyak Rp 15 juta. Uang tersebut kemudian oleh sang ibu dibelikan untuk membeli sepeda motor. Karena ada saudara yang ingin memakainya, sepeda motor tersebut kemudian ditinggal di rumah saudara. Mengetahui hal itu, ternyata membuat M keberatan dan menuduh ibu melakukan penggelapan sepeda motor.

Sebagai seorang anggota kepolisian AKP. Priyo memiliki kewajiban untuk menerima laporan sesuai dengan wewenang anggota kepolisian pasal 15 ayat 1 huruf a UU no 2 tahun 2002 tentang POLRI dan pasal 7 ayat 1 KUHAP yang menyatakan bahwa penyidik karena kewajibannya berwenang menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana. Namun dilain sisi, anggota kepolisian juga memiliki diskresi untuk melakukan suatu tindakan yang menurut penilaiannya adalah hal yang benar namun dengan memperhatikan beberapa hal pertimbangan sebelum tindakan itu dilakukan.

BAB II

ISI

Dalam menindak lanjuti adanya laporan dari seorang laki-laki berinisial M tentang dugaan penggelapan sepeda motor yang dilakukan oleh seorang ibu bernama Kalsum yang sebetulnya adalah ibu kandung M. laporan itu tidak dibuatkan oleh anggota reskrim atas perintah kasat Reskrim Polres Lombok tengah AKP. Priyo Suhartono, karena ia menilai bahwa tindakan yang dilakukan oleh M itu tidak sesuai dengan budaya yang mana dalam budaya masyarakat Indonesia harus menghormati orang tua apalagi ibu.

Dalam UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolosian Negara Republik Indonesia, pada pasal 15 ayat 1 huruf a menyebutkan bahwa “Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang: a. menerima laporan dan/atau pengaduan”. Dalam kutipan tersebut dijelaskan ketika seorang anggota kepolisian menerima suatu laporan atau pengaduan dari siapapun itu dan untuk siapapun laporan itu ditujukan maka wajib hukumnya bagi seorang anggota kepolisian itu untuk menerima laporan atau pengaduan tersebut. Hal ini di perkuat dengan Pasal 7 ayat 1 huruf a KUHAP menyatakan “Penyidik karena kewajibannya mempunyai wewenang: a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana”.

Dalam penjelasan dua pasal diatas, secara hukum bahwa anggota kepolisian wajib untuk menerima laporan yang dilakukan oleh M kepada ibunya. Namun, Kasat Reskrim Polres Lombok Tengah menolak untuk menerima laporan M dengan alasan hati nurani. Secara hukum yang dilakukan oleh AKP. Priyo adalah tindakan melawan hukum yaitu pasal 15 ayat 1 huruf a UU No.2 tahun 2002 dan pasal 7 ayat 1 huruf a KUHAP, dimana setiap anggota polisi wajib untuk menerima segala laporan yang diterima. Setiap anggota polisi sejatinya wajib untuk menegakan hukum tentunya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Berlawanan apabila anggota polisi menolak menerima laporan yang diterima.

Perlu diketahui bahwa Polri mempunyai hak khusus, disebut diskresi sebagaimana terdapat dalam Pasal 18 ayat (1) UU 2/2002 tentang Kepolisian Negara RI yang berbunyi ”Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.” Diskresi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya, kebebasan mengambil keputusan sendiri dalam setiap situasi yang dihadapi.

Diskresi adalah suatu kekuasaan atau wewenang yang dilakukan berdasarkan hukum atas pertimbangan dan keyakinan serta lebih menekankan pertimbangan-pertimbangan moral dari pada pertimbangan hukum. Diskresi kepolisian adalah suatu wewenang menyangkut pengambilan suatu keputusan pada kondisi tertentu atas dasar pertimbangan dan keyakinan pribadi seorang anggota kepolisian.

Menurut H.R. Abdussalam, tindakan yang diambil oleh polisi didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang didasarkan pada prinsip moral dan prinsip kelembagaan, sebagai berikut: Prinsip moral, bahwa konsepsi moral akan memberikan kelonggaran kepada seseorang, sekalipun ia sudah melakukan kejahatan. Prinsip kelembagaan, bahwa tujuan institusional dari polisi akan lebih terjamin apabila hukum itu tidak dijalankan dengan kaku sehingga menimbulkan rasa tidak suka dikalangan warga negara biasa yang patuh pada hukum.

Pasal 3 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, prinsip-prinsip penggunaan kekuatan sebagai batas dalam tindakan kepolisian (diskresi) adalah:

  1. Legalitas, yang berarti bahwa semua tindakan kepolisian harus sesuai dengan hukum yang berlaku.
  2. Nesesitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan dapat dilakukan bila memang diperlukan dan tidak dapat dihindarkan berdasarkan situasi yang dihadapi.
  3. Proporsionalitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan harus dilaksanakan secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat kekuatan atau respon anggota polri, sehingga tidak menimbulkan kerugian/korban/ penderitaan yang berlebihan.
  4. Kewajiban umum, yang berarti bahwa anggota polri diberi kewenangan untuk bertindak atau tidak bertindak menurut penilaian sendiri, untuk menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keselamatan umum.
  5. Preventif, yang berarti bahwa tindakan kepolisian mengutamakan pencegahan.
  6. Masuk akal (reasonable), yang berarti bahwa tindakan kepolisian diambil dengan mempertimbangkan secara logis situasi dan kondisi dari ancaman atau perlawanan pelaku kejahatan terhadap petugas atau bahaya terhadap masyarakat.

Dalam Pasal 106 ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor (“Perkap 23/2010”) “SPKT bertugas memberikan pelayanan kepolisian secara terpadu terhadap laporan/pengaduan masyarakat, memberikan bantuan dan pertolongan, serta memberikan pelayanan informasi. Laporan yang diterima oleh SPKT (Penyidik/Penyidik Pembantu) kemudian dilakukan kajian awal guna menilai layak/tidaknya dibuatkan laporan polisi.

Layak/tidaknya ini perlu penilaian dari anggota kepolisian yang menerimanya dalam hal ini diskresi, tinggal anggota polisi tersebut menentukan layak atau tidaknya ini mengacu pada hal apa mengacu pada penegakan hukum atau etika adat timur bangsa indonesia yang menjunjung tinggi penghormatan kepada orang tua. Fungsi anggota polisi sebagai penegak hukum atau polisi yang memiliki hati nurani?.

Dalam hal ini Saya sebagai seorang taruna menyikapi hal ini akan menggunakan hak khusus saya sebagai anggota polisi yaitu diskresi dengan pertimbangan prinsip moral dan prinsip kelembagaan. Prinsip moral karena laporan ditujukan kepada ibu kandungnya pelapor sehingga menurut penilaian saya laporan ini apabila diterima akan menyalahi moral yang berlaku di wilayah dan tentunya masyarakat indonesia,dan ketidak etisan karena menurut agama, bahwa seorang ibu itu sepatutnya harus dijaga dan di hargai, bukan malah dimasukan ke dalam penjara. Prinsip kelembagaan, citra polisi akan dipertaruhkan apabila laporan itu diterima dan di tindak lanjuti. Karena polisi sebagai pengayom masyarakat sepatutnya perlu untuk memberikan petunjuk untuk dapat menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan. Karena masalah yang menyangkut ini menyangkut urusan keluarga semampu mungkin polisi untuk merujuk kepada mereka agar menyelesaikannya secara kekeluargaan. Untuk itu dengan segala pertimbangan prinsip moral, prinsip kelembagaan, prinsip nesesitas, kewajiban umum, preventif dan masuk akal(reasonable) bahwa tindakan yang perlu dilakukan adalah dengan menggunakan hak khusus (diskresi kepolisian) untuk menolak untuk menerima laporan dari M yang ditujukan kepada Kalsum (ibu akndungnya M) dengan dugaan penggelapan motor hasil warisan. Kemudian mempertemukan keduanya dengan jalan damai secara kekeluargaan.

BAB III

PENUTUP

  1. Kesimpulan

Kesimpulan berdasarkan pembahasan diatas adalah:

  1. Setiap anggota polisi memiliki kewajiban untuk menegakan keadilan dan hukum sesuai dengan pancasila dan UUD 1945.
  2. Polri memiliki hak khusus yaitu diskresi yang dapat digunakan apabila menurut penilaiannya sendiri bahwa tindakan yang dilakukan itu adalah yang terbaik demi hukum dan POLRI.
  3. Dalam mengambil keputusan dalam menentukan suatu perkara perlu dikaji terlebih dahulu dengan pertimbangan-pertimbangan prinsip moral dan prinsip kelembagaan.

    2. Saran

Penulis sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini memiliki banyak kekurangan. Untuk itu penulis sangat berharap kepada pembaca untuk memberikan saran dan kritik pembaca agar penulis dapat meningkatkan kualitas penulisan makalah oleh penulis. Pembaca dapat memberikan kritik dan saran ke hermawandennysaputra@gmail.com.

DAFTAR PUSTAKA

By Denny Hermawan Saputra

cerita perjalanan dogol

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s